![]() |
BOPI dibubarkan |
Pemberitaan mengenai pembubaran
Badan Olahraga Profesional Indonesia atau BOPI) semakin meruncing. Keberadaan
BOPI selama ini dianggap tidak efektif dan efisien karena Badan ini merupakan
salah satu dari Lembaga Non Struktural atau LNS. KemenPAN RB sejatinya segera
akan melakukan evaluasi keberadaan berbagai Lembaga Non Struktural.
Selain BOPI masih ada lagi 12 (dua
belas) LNS lainnya telah menjadi target KemenPAN RB. Evaluasi BOPI serta BSANK
dimaksudkan untuk memacu efisiensi dan efektivitas pemerintahan dalam hal ini
Kemenpora RI. Terkait fungsinya keberadaan
LNS seakan tumpang tindih sekaligus menimbulkan inefisiensi sumber daya dan
memperpanjang proses birokrasi. Kemenpan RB menilai, kinerja BOPI serupa dengan
Kemenpora RI yaitu sebagai regulator pelaksanaan penetapan kebijakan,
pembinaan, pengembangan, pengawasan, standarisasi, kriteria di bidang olahraga professional,
norma dan prosedur.
Tujuan utama dari kebijakan
reformasi bidang kelembagaan adalah agar fregmentasi dalm urusan pemerintahan
dapat berkurang serta menghindari pemborosan kewenangan dalam lembaga
pemerintahan. Tanggapan dari pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga RI tentunya
mengalir deras mengiringi rencana besar tersebut. Bahkan Yudi Chrisnandi selaku
pemilik tahta KemenPAN RB telah merekomendasikan kepada Presiden RI Jokowi agar
dua LNS dibawah Kemenpora ini dihapuskan. Presiden selaku pemegang kekuasaan
dipastikan akan menimbang secara seksama apakah kinerja BOPI dianggap berhasil
dalam menjalankan tugas kemenpora sekaligus menjadi tolak ukur penilaian.
Dari Pihak Kemenpora RI
tentunya mengharapkan agar BOPI tetap dipertahankan. Terlebih BOPI memiliki
kontribusi besar, salah satunya dalam
verifikasi klub peserta Liga Indonesia beberapa waktu lalu. Sebelumnya ada sejumlah
syarat yang telah diminta BOPI kepada operator kompetisi seperti aspek legal
terkait dasar hukum perusahaan pengelola klub, fasilitas, financial, Managerial
serta supporting. Hasilnya ada dua klub yang tidak lolos verifikasi karena
tidak memenuhi kriteria sebagi klub profesional. BOPI pun beranggapan anggaran
2014 senilai 1,5 Milyar rupiah dan hanya terserap sekitar 750 juta rupiah dari
Kemenpora dinilai tidak seberapa. Tahun berikutnya misalnya BOPI hanya mendapat
kucuran dana senilai 1,38 Milyar rupiah dan nominal ini dinilai minim jika
dilihat dari banyaknya tugas. Maklum, selain sepakbola cabang olahraga lain di
Indonesia terus dipantau oleh BOPI antara lain, tinju, golf, muathay, basket
dan voli.
Dari BOPI sendiri berdasarkan
penjelasan dari Sekjen Heru Nugroho mengatakan bahwa BOPI sejauh ini dapat
anggaran antara 1 sampai dengan 1,5 milyar tapi jarang sampai habis dipakai.
Anggaran dipakai untuk pengawasan di lapangan kemudian melakukan verifikasi
terhadap event-event yang diselenggarakan oleh promotor. Jadi sebenarnya kalau
boleh dibilang BOPI ini bekerja sangat efektif dan harusnya diperkuat bukan
hanya di Jakarta tapi juga ke daerah-daerah. Karena ada potensi pajak
pendapatan buat negara yang selama ini tidak terlalu atau belum terlalu
diperhatikan di olahraga profesional karena setiap pemain asing masuk itu kan,
dia kan kerja dan ada pajaknya.
Konflik diantara kemenpora dan PSSI secara
kasat mata memang ditandai oleh keberadaan BOPI sebagai pemberi rekomendasi
kepada klub penyelenggara kompetisi serta turnamen. Tanpa adanya BOPI selaku
mitra kerja Kemenpora akankah permasalahan persepakbolaan di negri ini akan
segera mencair atau justru semakin karut marut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar